Friday, September 23, 2011

penjelasan tentang TBC


BAG I
PENJELASAN TENTANG TBC

I.1 Pengertian dan penyebab penyakit TBC
            Tubercolosis (TBC) adalah penyakit paru-paru yang bersifat menular, yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA). Bakteri ini pertama kali ditemukan oleh Robert Koch pada tanggal 24 Maret 1882, sehingga untuk mengenang jasanya bakteri tersebut diberi nama baksil Koch. Bahkan, penyakit TBC pada paru-paru kadang disebut sebagai Koch Pulmonum (KP).
http://medicastore.com/tbc/image/bakteri_tbc.jpg


Bakteri Mikobakterium tuberkulosa
I.2 Penderita TBC di Indonesia
Penyakit TBC dapat menyerang siapa saja (tua, muda, laki-laki, perempuan, miskin, atau kaya) dan dimana saja. Setiap tahunnya, Indonesia bertambah dengan seperempat juta kasus baru TBC dan sekitar 140.000 kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh TBC. Bahkan, Indonesia adalah negara ketiga terbesar dengan masalah TBC di dunia.
Survei prevalensi TBC yang dilakukan di enam propinsi pada tahun 1983-1993 menunjukkan bahwa prevalensi TBC di Indonesia berkisar antara 0,2 – 0,65%. Sedangkan menurut laporan Penanggulangan TBC Global yang dikeluarkan oleh WHO pada tahun 2004, angka insidensi TBC pada tahun 2002 mencapai 555.000 kasus (256 kasus/100.000 penduduk), dan 46% diantaranya diperkirakan merupakan kasus baru.

BAG II
ETIOLOGI

II.1 Pola penyebaran/ penularan TBC
Penyakit TBC biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri Mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan pada saat penderita TBC batuk, dan pada anak-anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TBC dewasa. Bakteri ini bila sering masuk dan terkumpul di dalam paru-paru akan berkembang biak menjadi banyak (terutama pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah), dan dapat menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Oleh sebab itulah infeksi TBC dapat menginfeksi hampir seluruh organ tubuh seperti: paru-paru, otak, ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan lain-lain, meskipun demikian organ tubuh yang paling sering terkena yaitu paru-paru.
Resiko terinfeksi TB sebagian besar adalah faktor risiko external, terutama adalah faktor lingkungan seperti rumah tak sehat, pemukiman padat & kumuh. Sedangkan risiko menjadi sakit TB, sebagian besar adalah faktor internal dalam tubuh penderita sendiri yang disebabkan oleh terganggunya sistem kekebalan dalam tubuh penderita seperti kurang gizi, infeksi HIV/AIDS, pengobatan dengan immunosupresan dan lain sebagainya.

            Pada penderita TB sering terjadi komplikasi dan resistensi. Komplikasi berikut sering terjadi pada penderita stadium lanjut : Hemoptisis berat (pendarahan dari saluran nafas bawah) yang mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial Bronkietaksis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru. Pneumotorak (adanya udara didalam rongga pleura) spontan : kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian. ginjal dan sebagainya. Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency).

            Penderita yang mengalami komplikasi berat perlu perawatan di rumah sakit. Penderita TB paru dengan kerusakan jaringan luas yang telah sembuh (BTA Negatif) masih bisa mengalami batuk darah. Keadaan ini seringkali dikelirukan dengan kasus kambuh. Pada kasus seperti ini, pengobatan dengan OAT tidak diperlukan, tapi cukup diberikan pengobatan simtomatis. Bila perdarahan berat penderita harus dirujuk ke unit spesialistik. Resistensi terhadap OAT terjadi umumnya karena penggunaan OAT yang tidak sesuai. Resistensi dapat terjadi karena penderita yang menggunakan obat tidak sesuai atau tidak patuh dengan jadwal atau dosisnya. Dapat pula terjadi karena mutu obat yang dibawah standar. Resistensi ini menyebabkan jenis obat yang biasa dipakai sesuai pedoman pengobatan tidak lagi dapat membunuh kuman. Dampaknya, disamping kemungkinan terjadmya penularan kepada orang disekitar penderita, juga memerlukan biaya yang lebih mahal dalam pengobatan tahap berikutnya. Dalam hal inilah dituntut peran Apoteker dalam membantu penderita untuk menjadi lebih taat dan patuh melalui penggunaan yang tepat dan adekuat.
II.2 Orang yang mudah terkena TBC
Setiap orang memiliki kemungkinan besar terkena penyakit TBC. Peningkatan penularan infeksi yang telah dilaporkan saat ini, banyak dihubungkan dengan beberapa keadaan, antara lain memburuknya kondisi sosial ekonomi, belum optimalnya fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat, meningkatnya jumlah penduduk yang tidak mempunyai tempat tinggal dan adanya epidemi dari infeksi HIV. Disamping itu daya tahan tubuh yang lemah/menurun, virulensi dan jumlah kuman merupakan faktor yang memegang peranan penting dalam terjadinya infeksi TBC.
II.3 Gejala TBC
            Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik.
Gejala sistemik/umum
  • Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.
  • Penurunan nafsu makan dan berat badan.
  • Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).
  • Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
Gejala khusus
  • Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah yang disertai sesak.
  • Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan sakit dada.
  • Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
  • Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.



BAG III
                                                               PATOFISIOLOGI                                                              

III.1 Bentuk fisik  penderita TBC
1.      Badan kurus
2.      Nafsu makan berkurang
3.      Gangguan pencernaan
4.      Lemah

BAG IV
DIAGNOSA

IV.1 Analisa penyakit TBC
            Apabila dicurigai seseorang tertular penyakit TBC, maka beberapa hal yang perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis adalah:
  • Anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya.
  • Pemeriksaan fisik.
  • Pemeriksaan laboratorium (darah, dahak, cairan otak).
  • Pemeriksaan patologi anatomi (PA).
  • Rontgen dada (thorax photo).
  • Uji tuberculin
Biasa juga dengan cara lain juga seperti pemeriksaan klinis, tes Mantoux untuk
mengetahui apakah pernah terinfeksi atau belum (terutama pada anak-anak),  pemeriksaan sputum atau dahak mikroskopik dan biakan, pemeriksaan laju endap darah.


BAG V
PENATALAKSANAAN

V.1 Obat (indikasi, kontra indikasi, interaksi)
            Dalam terapi TBC, biasanya dipilih pemberian dalam bentuk kombinasi dari 3-4 macam obat tersebut. Hal tersebut bertujuan untuk menghindari terjadinya resistensi bakteri terhadap obat. Dosis yang diberikan berbeda untuk tiap penderita, bergantung tingkat keparahan infeksi. Karena bakteri tuberkulosa sangat lambat pertumbuhannya, maka penanganan TBC cukup lama, antara 6 hingga 12 bulan yaitu untuk membunuh seluruh bakteri secara tuntas.
Pengobatan harus dilakukan secara terus-menerus tanpa terputus, walaupun pasien telah merasa lebih baik / sehat. Pengobatan yang terhenti ditengah jalan dapat menyebabkan bakteri menjadi resisten. Jika hal ini terjadi, maka TBC akan lebih sukar untuk disembuhkan dan perlu waktu yang lebih lama untuk ditangani. Untuk membantu memastikan penderita TBC meminum obat secara teratur dan benar, keterlibatan anggota keluarga atau petugas kesehatan diperlukan yaitu mengawasi dan jika perlu menyiapkan obat yang hendak dikonsumsi. Oleh karena itu, perlunya dukungan terutama dari keluarga penderita untuk menuntaskan pengobatan agar benar-benar tercapai kesembuhan.
Obat diminum pada waktu yang sama setiap harinya untuk memudahkan penderita dalam mengonsumsi obat. Lebih baik obat diminum saat perut kosong sekitar setengah jam sebelum makan atau menjelang tidur.
Di bawah ini beberapa contoh obat yang sering digunakan:
-          Mericam

·         komposisi :
Rifampisin.
·         INDIKASI :
Tuberkulosa, lepra.
·         KONTRA INDIKASI :
Hipersensitifitas, sakit kuning.
·         PERHATIAN :
Resistensi, bayi prematur dan bayi baru lahir, penyakit hati, kekurangan makanan bergizi, alkoholisme, porfiria.
·         Interaksi obat :

·         menurunkan efek antikoagulan oral Koumarin.

EFEK SAMPING :

Perubahan warna menjadi merah pada cairan tubuh, gangguan saluran pencernaan, reaksi hipersensitifitas, efek susunan saraf pusat, reaksi endokrin, sindroma flu.
·         KEMASAN :
Kaplet salut film 450 mg x 100 biji.
·         DOSIS :

Lepra :

-
Dewasa
: 600 mg sekali sebulan.

-
anak-anak
: 10 mg/kg berat badan sekali sebulan.

Dikombinasi dengan obat-obat anti lepra lainnya.

Tuberkulosa :

-
dewasa dengan berat badan kurang dari 50 kg
: 450 mg/hari.

-
dewasa dengan berat badan 50 kg atau lebih
: 600 mg/hari.

-
anak-anak
: 10-20 mg/kg berat badan.

Maksimal : 600 mg/hari.
·         PABRIK
Mersifarma.

-          BACBUTOL 500 MG

      Komposisi
Etambutol.

      INDIKASI
Pengobatan tuberkulosa paru resisten.

     KONTRA INDIKASI
Neuritis optis (radang saraf mata).

    PERHATIAN
Kerusakan ginjal berat, gout, penurunan keakuratan penglihatan.
Menyusui.

    Interaksi obat :
- dapat mengurangi keampuhan urikosurik, terutama dengan adanya Isoniazid dan Piridoksin.
- antasida yang mengandung Alumunium.

     EFEK SAMPING
 Neuritis retrobulbar dengan penurunan keakuratan penglihatan, skotoma sentral, buta      warna hijau-merah.
• Kemerahan pada kulit karena alergi.
• Gangguan saluran pencernaan.
• Jarang : sakit kuning & neuritis perifer (radang saraf tepi).
• Efek pada susunan saraf pusat.
• Hiperurisemia.

      KEMASAN
Tablet 500 mg x 160 mg.

     DOSIS
15 mg/kg berat badan sebagai dosis tunggal tiap 24 jam.

PABRIK
Armoxindo Farma

IV.2. Obat herbal
Ramuan I 
Bahan-bahan
Tiga lembar daun sirih, tujuh biji cengkih, tujuh biji kemukus, tujuh biji kapulaga, dan satu jari kayu manis.
Cara membuat
Semua bahan direbus dalam air sebanyak empat gelas hingga airnya tersisa dua gelas. Setelah dingin, air rebusannya disaring.
Cara memakai
Dianjurkan untuk minum ramuan ini tiga kali sehari. Dosisnya sebanyak seperempat gelas setiap minum.

       Ramuan II 
Bahan-bahan
Seperempat gelas air perasan buah mengkudu, satu sendok makan air perasan jeruk nipis, dan satu sendok makan perasan kunyit.

Cara membuat
Ketiga bahan tersebut dicampur menjadi satu, lalu direbus selama 15 menit.
Cara memakai
Ramuan ini diminum satu kali sehari sebanyak seperempat gelas setiap menjelang tidur.

Ramuan III

Bahan-bahan
Lima lembar daun sirih, setengah jari kayu manis, satu jari jahe emprit, tujuh biji kemukus, tujuh biji cengkih, tujuh biji kapulaga, setengah sendok teh adas manis, dan setengah jari pulosari.
Cara membuat
Jahe emprit dibakar sebentar lalu dikupas, dicuci, dan dimemarkan. Semua bahan tersebut direbus dalam empat gelas air hingga airnya tersisa dua gelas.
Cara memakai 
Ramuan ini diminum tiga kali sehari sebanyak setengah gelas. Setiap meminumnya bisa ditambahkan satu sendok madu.

.
-           

-



No comments:

Post a Comment